PGI Gelar Sosialisasi Code of Conduct dalam Rangka Kampanye 16 Hari Tanpa Kekerasan

Dalam rangka Kampanye 16 Hari Tanpa Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak, Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI) melalui Biro Perempuan menyelenggarakan kegiatan Sosialisasi Code of Conduct (CoC) pada 2 Desember 2025 di Grha Oikoumene, Jakarta. Kegiatan ini dihadiri oleh perwakilan MPH-PGI, para Sekretaris Eksekutif, Kabiro, asisten, staf, dan karyawan PGI. Acara ini merupakan bagian dari upaya PGI memperkuat perlindungan bagi semua orang di lingkungan Grha Oikoumene dan memastikan standar etika diterapkan secara konsisten di seluruh unit kerja.

Acara dibuka oleh Sekretaris Umum PGI, Pdt. Darwin Darmawan, yang menegaskan pentingnya Code of Conduct sebagai pedoman moral dan etika bagi seluruh keluarga besar PGI. Dalam pernyataan pembukanya, ia menyampaikan bahwa CoC tidak hanya menjadi aturan perilaku, tetapi juga standar cara berpikir dan bersikap. “CoC penting sebagai standar cara berpikir, berperilaku, dan bersikap secara proper sebagai keluarga di Grha Oikoumene, serta tidak jatuh dalam pelanggaran martabat manusia. Martabat manusia harus dijaga dan dihormati, sehingga setiap penghuni dan pengunjung Grha Oikoumene semestinya memahami CoC ini,” ujarnya. Ia menekankan bahwa pelanggaran terhadap martabat manusia—sekecil apa pun—tidak boleh dianggap remeh atau dibiarkan, terutama di lingkungan yang menjadi representasi gereja.

Pdt. Darwin juga mengingatkan bahwa PGI harus menjadi contoh dalam menciptakan ruang aman. Baginya, implementasi CoC merupakan wujud nyata kesaksian gereja dalam merawat kehidupan. Ia menambahkan bahwa CoC bukan sekadar dokumen administratif, tetapi budaya yang harus dihidupi oleh seluruh pelayan, staf, dan pemangku kepentingan di PGI. “Kita dipanggil memberi keteladanan. Ketika gereja merawat martabat setiap orang, di situlah kasih Kristus sungguh nyata,” tegasnya.

Setelah pembukaan, acara dilanjutkan dengan pemaparan materi CoC oleh Kepala Biro Perempuan PGI, Pdt. Mezisita Herlina. Ia menegaskan bahwa kekerasan—baik fisik, verbal, psikologis, ekonomi, maupun seksual—masih menjadi kenyataan yang dihadapi perempuan dan anak di berbagai ruang, termasuk ruang pelayanan. Karena itu, PGI tidak boleh menutup mata. “PGI yang menjadi wajah gereja harus menjadi rumah aman bagi semua orang. Memahami dan mengimplementasikan Code of Conduct adalah kewajiban. Kita bertanggung jawab memastikan bahwa setiap ruang pelayanan bebas dari kekerasan dan penyalahgunaan kuasa,” ujarnya. 

Dalam kegiatan sosialisasi ini, para peserta mendapatkan penjelasan mengenai prinsip dasar CoC, batasan perilaku, mekanisme pencegahan kasus, serta protokol penanganan jika terjadi pelanggaran. Pencegahan akan lebih efektif ketika seluruh pemangku kepentingan memahami tanggung jawabnya dan membangun budaya saling menghormati. Diskusi interaktif juga digelar untuk membantu peserta mengidentifikasi potensi risiko di lingkungan pelayanan masing-masing serta merumuskan langkah-langkah mitigasi. Para peserta sosialisasi memberikan pendapat dan masukan mereka, antara lain pentingnya memperkuat unit perlindungan internal, membangun mekanisme pengaduan yang mudah diakses, serta memastikan pendampingan terhadap korban dan pelaku dengan empati dan kerahasiaan. Peserta juga mengusulkan agar CoC ini diberlakukan bagi pengunjung Grha Oikoumene. 

Kegiatan ini menjadi momentum penting bagi PGI untuk mempertegas komitmennya terhadap kampanye 16 Hari Tanpa Kekerasan. Melalui sosialisasi ini, diharapkan semua orang yang menjadi bagian dari Grha Oikoumene memahami pentingnya perlindungan dan berani mengambil posisi tegas menolak segala bentuk kekerasan. CoC diharapkan menjadi bagian dari pola pikir dan perilaku, bukan sekadar dokumen yang dibacakan saat kegiatan resmi.

Dengan pelaksanaan sosialisasi ini, PGI menegaskan kembali bahwa gereja harus berdiri di sisi martabat manusia, menghadirkan ruang aman, dan menumbuhkan budaya saling menghormati—sebagai wujud nyata dari nilai kasih dan keadilan yang dihidupi bersama. (EDP)